Dede Farhan Aulawi, Tingkatkan Peran Serta Masyarakat Dalam Pengawasan Penyalahgunaan Narkoba

Jakarta, Lensalampung.com – Setiap orang tua pasti menghendaki anaknya lahir, tumbuh dan berkembang di lingkungan yang sehat dan positif sehingga diharapkan kelak bisa menjadi manusia yang bermanfaat bagi nusa, bangsa dan agama. Tetapi persoalannya, orang tua tidak akan bisa mendidik dan mengawasi anaknya setiap saat, 24 jam dalam sehari, 7 hari dalam seminggu, atau 30 hari dalam sebulan. Anak tumbuh di berbagai lingkungan, baik lingkungan pendidikan di sekolah maupun lingkungan sosial lainnya yang memungkinkan setiap anak untuk berinetraksi satu sama lainnya. Saat beinterkasi inilah merupakah salah satu saat kritis yang menentukan apakan seorang anak akan terpengaruh oleh lingkungan positif atau negatif ? Termasuk terbawa arus pada penyelahgunaan obat terlarang (narkoba) atau tidak ?

Pada kesempatan ini, media mewawancarai Pemerhati Narkoba Dede Farhan Aulawi melalui sambungan telpon di Bandung, Rabu (27/5). Pertama – tama dia menjelaskan tentang perbedaan narkoba dan narkotika, yang mungkin belum banyak diketahui masyarakat. Narkoba merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan obat terlarang. Istilah lain yang diperkenalkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia adalah Napza yang merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat adiktif. Istilah – istilah tersebut, baik “narkoba” ataupun “napza” mengacu pada kelompok senyawa yang umumnya memiliki risiko kecanduan bagi penggunanya. Menurut pakar kesehatan, narkoba sebenarnya adalah senyawa-senyawa psikotropika yang biasa dipakai untuk membius pasien saat hendak dioperasi atau obat-obatan untuk penyakit tertentu. Namun saat ini penggunaanya banyak disalahgunakan sehingga menjadi permasalahan hukum. Ujarnya.

Kemudian Dede juga menjelaskan bahwa pemasok Narkoba di Indonesia kebanyakan berasal dari Tiongkok, Afrika, Timur Tengah dan Eropa. Pasokan mengalir karena mereka melihat ada sisi permintaan yang tinggi. Istilahnya ada supply karena ada demand, bahkan demand terus diciptakan agar semakin luas untuk meningkatkan keuntungan ekonomi bagi pemasok. Hal ini tentu menjadi hal yang sangat serius, karena bisa merusak generasi muda harapan bangsa.

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan (Undang-Undang No. 35 tahun 2009). Narkotika digolongkan menjadi tiga golongan sebagaimana tertuang dalam lampiran 1 undang-undang tersebut, yaitu (1) Tanaman papaver, opium mentah, opium masak (candu, jicing, jicingko), opium obat, morfina, kokaina, ekgonina, tanaman ganja, dan damar ganja, (2) Garam-garam dan turunan-turunan dari morfina dan kokaina, serta campuran-campuran dan sediaan-sediaan yang mengandung bahan tersebut di atas, dan (3) Sedatin (Pil BK), Rohypnol, Magadon, Valium, Mandrax, Amfetamine, Fensiklidin, Metakualon, Metifenidat, Fenobarbital, Flunitrazepam, Ekstasi, Shabu-shabu, LSD (Lycergic Syntetic Diethylamide) dan sebagainya.

Selanjutnya Dede juga menjelaskan tentang dampak yang ditimbulkan terhadap penggunanya. Ada yang disebut halusinogen, yaitu efek dari narkoba yang bisa mengakibatkan seseorang menjadi ber-halusinasi dengan melihat suatu hal/benda yang sebenarnya tidak ada / tidak nyata bila dikonsumsi dalam sekian dosis tertentu. Lalu ada juga dampak sebagai stimulan, yang bisa mengakibatkan kerja organ tubuh seperti jantung dan otak lebih cepat dari biasanya sehingga mengakibatkan penggunanya lebih bertenaga serta cenderung membuatnya lebih senang dan gembira untuk sementara waktu. Terus ada dampak depresan, yang bisa menekan sistem saraf pusat dan mengurangi aktivitas fungsional tubuh, sehingga pemakai merasa tenang bahkan tertidur dan tidak sadarkan diri. Terakhir dampak adiktif, yaitu efek dari narkoba yang menimbulkan kecanduan. Seseorang yang sudah mengonsumsi narkoba biasanya akan ingin dan ingin lagi karena zat tertentu dalam narkoba mengakibatkan seseorang cenderung bersifat pasif, karena secara tidak langsung narkoba memutuskan saraf-saraf dalam otak. Penggunaan yang sering bisa menimbulkan ketergantungan sehingga lambat laun organ dalam tubuh akan rusak dan jika sudah melebihi takaran tertentu maka pengguna itu akan overdosis dan akhirnya mengakibatkan kematian.

“ Oleh karena itu peran pengawasan orang tua, guru di sekolah dan semua pihak yang peduli dengan permasalahan peredaran dan penyalahgunaan narkoba harus ikut berpartisipasi guna mencegahnya. Usia remaja termasuk waktu yang kritis untuk mencegah kecanduan narkoba. Risiko penggunaan narkoba meningkat pesat selama masa transisi, terutama saat mereka menghadapi situasi sosial, keluarga, dan akademik yang menuntut kematangan. Seringkali selama periode ini, anak-anak terpapar zat seperti rokok dan alkohol untuk pertama kalinya. Kemudian lingkungan bisa jadi memberi peluang untuk mengenal narkoba. Jadi berbagai upaya untuk menekan peredaran narkoba menjadi sangat penting guna mencegah terjadinya penyalahgunaan narkoba oleh para remaja, sehingga semua potensi masyarakat harus didayagunakan guna menangkal dan memberantasnya. Contoh sederhana harus ada sticker atau pamplet yang dipasang dengan mencantumkan no telpon aparat yang mudah dihubungi bilama ada masyarakat yang melihat atau mengetahui terjadinya penyalahgunaan narkoba di lingkungannya “, pungkas Dede menutup perbincangan. (*)