Foto, Adi Rasyid Humas GMPK Lampung Utara.
Lampung Utara, – Persoalan di lingkup Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ryacudu Kotabumi Kabupaten Lampung Utara, yang sebelumnya terjadi pemberhentian terhadap 14 karyawan. Kini kembali melebar atas dugaan remunerasi (pemberian hak) yang diduga tak beraturan.
Melihat kondisi itu, Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) kabupaten Lampung Utara, mendesak DPRD setempat untuk cepat menuntaskan kasus remunerasi (pemberian gaji) yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ryacudu Kotabumi.
Humas GMPK, Adi Rasyid menyatakan, Ormas GMPK yang secara nasional dinahkodai oleh mantan pimpinan KPK, Bibiet Selamet Riyanto ini selalu mengikuti perkembangannya. Menurutnya kasus ini tidak hanya masalah hak jasa layanan kesehatan (remunerasi) karyawan RSUD yang belum dibayarkan, tetapi juga terkait sistem pembayaran remunerasi yang diduga tidak ada landasan yang kuat. Oleh karenanya GMPK mendesak DPRD agar cepat menangani kasus remunerasi ini.
“Karena ada ketidakjelasan disini (remunerasi), terutama dasar sistem pembagiannya, maka kami minta DPRD menggunakan kewenangannya untuk bisa mengurai dan menyidiki sistem remunerasi yang berjalan selama ini di rumah sakit Ryacudu,” seru Rasyid kepada media ini melalui sambungan telepon (14/1/2019)
Menurut dia, apa yang sudah terpublis tentang sistem remunerasi di RSUD Ryacudu harus segera ditunraskan secara terang benderang, apakah sesuai aturan atau semau pimpinan mengambil kebijakan. “Kalo apa yang disampaikan oleh para karyawan rumah sakit Ryacudu di media waktu mereka melakukan demontrasi ke DPRD untuk merubah manajemen dan transparansi remunerasi. Di situ mereka mengatakan pembagian remunerasi tidak menggunakan indikator yang jelas. Mereka menanyakan landasan besaran pembagiannya. Lantas selama Ryacudu menjadi BLUD dasar remunerasinya apa,” ujar Rasyid
Untuk itu, segera secara maraton DPRD memanggil semua pihak yang terlibat disitu. Bedah permasalahan ini. Hingga jelas apakah terdapat pelanggaran atau tidak. ” Kasus ini harus jelas. Jangan menimbulkan tanda tanya. Jika sistem remunerasi selama ini tanpa dasar yang pasti maka ini bentuk pelanggaran yang berpotensi terjadinya penyelewengan. Jika memang terbukti ada pelanggaran maka harus ditindak secara hukum yang berlaku,” tandas Rasyid
Sementara itu, menurut sumber yang tidak ingin identitasnya disebutkan, carut-marutnya tatakelola keuangan terutama sistem pembagian remunerasi sudah berlangsung lama. Dia mengakui pihak rumah sakit pernah menggunakan jasa konsultan keuangan untuk menghitung besaran remunerasi tetapi itu tidak berlangsung lama.
” Ya setau saya ada beberapa bulan yang memakai jasa konsultan sebagai dasar pembagian remunerasi. Tetapi setelah itu, apa yang disampaikan oleh para konsultan tidak dipakai lagi. Malah pembagiannya saat ini diduga semau pimpinan saja dan yang membagikannya dilakukan oleh staf yang bernama Agus selaku bendahara atau orang keuangan rumah sakit,” ungkap sumber yang tidak ingin disebutkan namanya.
Sementara itu, Plt. Direktur RSUD Mayjend Ryacudu, dr. Syah Indra Husada saat dihubungi via whatshap mangatakan dirinya saat ini belum bisa dikonfirmasi dengan alasan padatnya agenda hari ini. ” Coba hubungi Humas saya mas, bu Entina. Hubungi dia aja dulu biar dijadwalkan kapan waktunya,” jawab Indra. (Rafi).