Dalam Diskusi Publik, Waka Komite II DPD RI Bustami Zainudin Ajak Bangun Lampung Manfaatkan SDA

Lensa News115 views

Bandar Lampung, Lensalampung.com, – Wakil Ketua Komite II DPD RI Bustami Zainudin mewakili Ketua DPD RI La Nyalla Mattaliti menghadiri diskusi Publik sektor kehutanan yang digelar PWI Lampung dan Universitas Bandar Lampung di Aula Pasca Sarjana UBL, Rabu (22/1/2020).

Dalam diskusi yang dibuka Gubernur Lampung Arinal Djunaidi itu, Bustami menyampaikan sambutan dengan tema ‘Membangun Sinergi dalam Upaya Konservasi Sumberdaya Hutan dan Lingkungan’.

“Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan luas kawasan hutan Indonesia saat ini tercatat sekitar 125,9 juta hektare (ha) atau seluas 63,7 persen dari luas daratan Indonesia. Kendati demikian, luasan hutan ini selalu menghadapi ancaman deforestasi, baik untuk kepentingan perkebunan, pertambangan, industri kehutanan, serta peruntukan lain dengan mengonversi hutan yang tersisa. Meski luas hutan tersisa hampir sepertiga dari luas daratan, laju deforestasi saat ini diperkirakan mencapai 1,8 juta ha per tahun,” kata mantan Bupati Waykanan itu.

Dilanjutkan, dalam 10 tahun terakhir tekanan terhadap hutan di Indonesia terjadi sangat signifikan. Forest Watch Indonesia (FWI) mencatat, deforestasi saat ini sudah mulai menyasar wilayah-wilayah yang memiliki hutan alam yang baik. Saat ini, hampir separuh dari 11,2 juta hektare (ha) daratan beberapa provinsi sudah dikuasai korporasi pemegang izin HPH, HTI, perkebunan kelapa sawit dan pertambangan.

“Sebuah lembaga riset, Ideas, juga merilis, saat ini luas perkebunan sawit sudah menembus 12,32 juta ha, yang sebagian besar dikuasai 15 perusahaan swasta.
Greenpeace mencatat, saat ini kawasan hutan di Indonesia mendapat ancaman perkebunan kelapa sawit.” ucap dia.

Dalam analisisnya, industri minyak sawit merupakan ancaman tertinggi deforestasi di Indonesia, meski beberapa Negara Barat masih berupaya melakukan kampanye negatif terhadap minyak sawit produksi Indonesia. Kampanye negatif muncul karena sebagian lahan perkebunan sawit milik perusahaan besar terindikasi memanfaatkan kawasan hutan lindung.

Begitu pun di sektor pertambangan, dengan penguasaan lahan paling masif. Pada 2016, sebanyak 65 perusahaan migas mendapat hak konsesi ladang minyak dan gas bumi seluas 16,65 juta ha di kawasan hutan yang tersebar di berbagai provinsi.

Belum lagi, sambung dia, kerusakan hutan dan lahan akibat kebakaran. Data terbaru BNPB menyebutkan, luas kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) tahun 2019 (Januari-September) mencapai 350 ribu ha. Lokasinya menyebar di sejumlah provinsi, seperti Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan dan Jambi. Meski luasan yang terbakar lebih rendah dari 2015 yang mencapai 3 juta ha, namun ancaman Karhutla yang terjadi setiap tahun, ikut menyumbang kerusakan hutan secara signifikan. Berdasarkan data dari Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI, dalam 5 tahun terakhir, luas Karhutla secara nasional mencapai hampir 4,5 juta ha lebih. Yang terbesar adalah tahun 2015 yang mencapai 3 juta ha, tahun 2016 seluas 438.363 ha, tahun 2017 mencapai 165.484 ha, tahun 2018 seluas 510.564 ha dan tahun 2019 350.000 ha.

“Kondisi ini tentu sangat mengkhawatirkan, karena Karhutla sudah menjadi bencana rutin setiap tahun, sementara penanganannya cenderung terlambat. Jika Karhutla tidak segera diatasi, sementara ancaman deforestasi juga meningkat setiap tahun, dikhawatirkan kondisi hutan di Indonesia akan menyusut dengan signifikan,” tandasnya.

Untuk itu, sambung Bustami, DPD RI menyampaikan ada 10 rekomendasi soal kehutanan Pasal 224 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 menegaskan bahwa salah satu tugas dan wewenang DPD RI adalah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan
anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama.

“Oleh karena itu, DPD RI memiliki kewenangan untuk menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat berkaitan dengan pelaksanaan undang-undang tertentu dalam rangka melakukan monitoring/pemantauan atas pelaksanaan undang-undang tertentu,” pungkasnya. (Ibaz)