Petani, Pahlawan Pangan Pejuang Hajat Dasar Kehidupan

Lensa Artikel156 views

Jakarta, Lensalampung.com – Covid 19 yang terus meluas nampaknya belum yang bisa memastikan kapan wabah ini akan berakhir. Paralel dengan gencarkan berbagai program kesehatan untuk mengatasi masalah penyebaran dan pencegahannya, ada satu lagi yang tidak boleh dilupakan yaitu mengenai ketersediaan pemenuhan kebutuhan pangan bagi seluruh lapisan masyarakat, baik yang terdampak langsung atau tidak langsung oleh wabah virus corona ini. Dalam kondisi seperti ini, banyak masyarakat yang mulai terbangun pentingnya membangun ketahanan pangan melalui kebijakan negara di bidang pangan yang disebut dengan agro politik.

Pemerhati Ketahanan Pangan Dede Farhan Aulawi ketika dihubungi di Jakarta, Selasa (14/4) menyatakan bahwa kebijakan negara di bidang pangan adalah suatu wilayah kebijakan publik yang khusus menangani masalah bagaimana makanan diproduksi, diproses, didistribusikan, dan diperjualbelikan. Kebijakan publik ini didesain untuk mempengaruhi operasi sistem pertanian dan pangan melalui penetapan tujuan produksi, pemrosesan, pemasaran, ketersediaan, akses, pemanfaatan, dan konsumsi bahan pangan, serta menjelaskan proses untuk mencapai tujuan tersebut.

Secara substansi kebijakan pangan tersebut bertujuan melindungi masyarakat miskin dari krisis, mengembangkan pasar jangka panjang dan meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya, serta meningkatkan produksi pangan untuk meningkatkan pendapatan petani. Jadi kebijakan pangan ini menggarisbawahi kewajiban untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh masyarakat, utamanya tentu masyarakat miskin yang memiliki daya beli yang rendah. Disamping itu juga masalah efisiensi sumber daya yang sangat terbatas, termasuk salah satunya adalah keterbatasan ketersediaan lahan produktif yang semakin menyempit akan pertambangan jumlah penduduk dan pesatnya pembangunan. Terakhir bicara peningkatan pendapatan petani, yang notabene sebuah itikad mulia untuk menigkatkan taraf hidup dan kesejahteraan petani. Ujar Dede.

Kemudian Dede juga menambahkan terkait studi komparatif kebijakan pangan atau agro politik di beberapa negara sebagai pembanding, agar Indonesia bisa merumuskan desain kebijakan pangan yang dinilai paling sesuai. Sebagai contoh, misalnya di Jepang orang boleh bicara apa saja tapi tidak boleh bicara HARGA BERAS, meskipun harganya itu dinilai sangat mahal. Pemerintah jepang menilai bahwa mahalnya harga beras merupakan hak petani agar mereka bisa hidup di tengah negara industri yang mahal. Di sini negara hadir memberikan perlindungan kepada nasib kaum tani.

Sementara di Jerman yang harga bahan pangan sangat murah dan berlimpah tetapi petaninya tetap tidak akan rugi. Hal tersebut terjadi karena petani mendapat subsidi sesuai hasil panen, dari jual kentang, susu, daging dan lain – lain. Misalnya petani mendapatkan hasil panen sebesar 500 juta maka negara akan memberi subsidi sebesar 500 juta juga. Dengan kebijakan ini tentu petani sangat diuntungkan, dan masyarakat mendapat hasil pangan dengan harga murah. Akhirnya petani pun berlomba-lomba panen besar agar dapat subsidi besar. Uang subsidi didapat dari pajak masyarakat dan dikembalikan ke masyarakat dalam bentuk pangan berkualitas dengan harga yang murah dan terjangkau.

Pemerintah Brazil membantu petani lewat COAMO untuk mendapatkan akses Modal, Teknologi dan jaminan pasar sehingga panen tinggi harga stabil dan tidak impor. Kemudian lihat negara Thailand, dimana rajanya dinilai Raja terkaya di dunia karena sejak awal fokus di bidang pertanian, perkebunan, peternakan dengan segala infrastruktur dan industri pendukungnya sehingga produk pertanian Thailand mendunia. Padahal awalnya para ahli pertanian Thailand belajar pertanian dari Indonesia.

Itulah beberapa contoh kebijakan pangan di beberapa negara yang bisa dijadikan referensi untuk membuat kebijakan pangan di tanah air. Kebijakan Negara yang melindungi Petani dan berorientasi pada swasembada pangan inilah yang dikenal dengan istilah AGRO POLITIK, sehingga petani TIDAK dipermainkan tengkulak dan makelar yang berkoalisi dengan oknum Politikus. Petani harusnya bagian dari entitas kaum yang sangat sejahtera, dan bukan lagi kaum yang termarginalkan di pinggir – pinggir kehidupan. Para buruh tani yang ada, harus didesain dalam kurun waktu tertentu menjadi petani sejahtera, bukan sekedar buruh yang selalu menderita dan serba kekurangan. Mereka adalah pahlawan – pahlawan pangan yang selalu memikirkan hajat dasar kehidupan umat manusia. Kesejahteraan petani jangan hanya jadi jargon saat musim kampanye saja, tetapi harus benar – benar diwujudkan dalam roadmap yang jelas dan terukur. Pungkan Dede mengakhiri percakapan. (Rls)