Lampung Selatan,Lensalampung.com – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) kembali mengingatkan akan bahaya laten kelompok Negara Islam Indonesia (NII) yang masih aktif dalam kegiatan radikalisme dan terorisme di Indonesia, termasuk di Provinsi Lampung.
Radikalisme dan terorisme merupakan sebuah ancaman besar yang dapat membahayakan kehidupan bernegara, masyarakat hingga mengancam kesatuan bangsa. Pencegahan radikalisme, menjadi urgensi sangat besar untuk menyelamatkan kesatuan bangsa Indonesia dan masa depan generasi muda.
Pendiri NII Crisis Center, Ken Setiawan dalam acara “Penguatan Kapasitas dan Kompetensi Personil TNI, Polri, dan Instansi Terkait” di Kota Bandarlampung mengutarakan, NII merupakan kelompok yang hanya mengandalkan ideologi radikal untuk mencapai tujuan politik.
Selain itu, NII salah satu gerakan radikalisme yang sempat hidup dalam waktu lama di Indonesia. Konsep NII, pertama kali muncul tahun 1949 dibawah pimpinan Kartosuwiryo yang memiliki impian menegakkan negara islam. Secara historis, NII merupakan kelompok pemberontak yang mempolitisasi agama untuk kepentingan politik kekuasaan.
“Perlawanan NII terhadap negara baru merdeka dimulai tahun 1949, dan mencapai puncaknya tahun 1962. Secara organisasi dilumpuhkan, tapi secara ideologi NII masih terus bergentanyangan membentuk faksi-faksi baru termasuk Lampung menjadi salah satu basis perekrutan dan pelatihan,”ujarnya, Kamis (24/10/2024).
Ken menegaskan, ibu kandung terorisme di Indonesia ini adalah NII. Sedangkan Jamaah Islamiyah (JI) dan Jamaah Ansharut Daulah (JAD), salah satu turunan dari NII yang memperluas jaringan terorisme di Indonesia.
Sejak awal berdirinya NII sebagai pemberontakan hingga terorisme, lanjutnya, gerakan NII tetap hidup dan mengilhami beberapa aktivis dan anggotannya melompat ke arah yang lebih ekstrem dalam gerakan organisasi yang terhubung dengan jaringan internasional seperti Al-Qaeda dan ISIS.
“Banyak beranggapan NII telah vakum, tapi fakta menunjukkan kelompok NII ini masih aktif. Sampai saat ini, Call Center NII Crisis Center masih menerima laporan pengaduan masyarakat korban NII,”ungkapnya.
Menurutnya, Densus 88 Antiteror Polri telah menangkap 16 anggota NII di Sumatera Barat pada maret 2022, dan pada 16 Desember 2023 lalu 3 anggota NII juga ditangkap di Banten. Sepanjang tahun 2023, Densus 88 menangkap 142 tersangka teroris dan 5 diantaranya adalah anggota berasal dari jaringan NII.
“Data kepolisian di Sumatera Barat mencatat, sekitar 1.257 anggota NII dimana 400 diantaranya aktif termasuk 77 anak-anak yang terpengaruh ideologi NII,”kata dia.
NII, kata Ken, tidak hanya merekrut orang dewasa saja, tapi juga anak-anak dengan insiden pembantaian anak-anak yang terjadi di Garut, Jawa barat pada tahun 2021. Hal ini, menunjukkan betapa seriusnya ancaman radikalisme.
Ken pun mengingatkan, bahwa NII beroperasi sebagai ‘sel tidur terorisme’ yang terus merencanakan penguatan gerakan di masa depan. Dengan ideologi yang menganggap NKRI sebagai penjajah, sehingga NII berupaya membangun kaderisasi-kaderisasi untuk melawan sistem negara.
“Dalam konteks ini, penting bagi masyarakat dan pemerintah untuk terus waspada terhadap penyebab radikalisme yang mengancam stabilitas keamanan di Indonesia,”terangnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, semua pihak mesti peduli pada sekitar. Hal ini untuk memastikan baik teman, keluarga, maupun kenalan tak ada yang terpapar radikalisme dan menjadi teroris.
“Orang yang menjadi teroris, tidak secara langsung dapat menjadi teroris. Pertama, orang itu memiliki rasa antitoleransi, antipancasila, dan antikebhinekaan. Lalu sisi radikalisme dapat berkembang, ketika seseorang memutuskan untuk bergabung ke dalam kelompok radikal,”kata dia.
Ken juga menyebut, sifat merasa diri paling benar juga menjadi salah satu bibit dari radikalisme. Bibit radikalisme, bukan hanya berpotensi menimbulkan aksi terorisme tapi juga menjadi bahaya besar.
“Pencegahan radikalisme, menjadi urgensi sangat besar untuk menyelematkan kesatuan bangsa Indonesia dan masa depan generasi muda,”tukasnya.
Sementara Direktur Pembinaan Kemampuan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol Wawan Ridwan mengatakan, pentingnya peningkatan kesiapsiagaan dan koordinasi antar pemangku kepentingan dalam penanggulangan terorisme.
“Menurut laporan Global Terrorism Index 2023, Indonesia berada di urutan ke-24 dari 163 negara. Ini menandakan risiko terorisme yang signifikan,”kata dia.
Sejak 2018, kata Wawan, BNPT mencatat penangkapan terduga teroris yang signifikan, termasuk 396 orang tahun 2018, 297 orang pada tahun 2019, tahun 2020 ada 11 aksi dan 242 penangkapan, tahun 2021 ada 6 aksi dan 345 penangkapan dan tahun 2022 ada 2 aksi dan 247 penangkapan.
“Meski jumlah serangan menurun, namun kehadiran NII tetap mengkhawatirkan, terutama di Lampung yang diakui sebagai salah satu basis perekrutan dan pelatihan,”tukasnya.(Red)