Bandarlampung – Polemik lahan bantaran rel Grondkaart (GK) PT. KAI telah mendekati kejelasan pasca keterangan tiga ahli hukum agraria; Prof. Ny. Arie Hutagalung (UI), Dr. Kurnia Warman (Unand) dan Yuli Indrawati SH, MH (UI) dalam FGD yang diselenggarakan Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD RI beberapa waktu lalu menjelaskan GK hanya berupa salinan dan tidak ada aslinya serta bukan dokumen kepemilikan PT. KAI.
Menanggapi hal ini, Senator Lampung Andi Surya, membeberkan: “Memang ada sebuah peraturan yang dikeluarkan Pemerintah No. 8/1953 tentang penguasaan tanah-tanah negara, namun setelah saya cermati ternyata tidak secara spesifik menyebutkan konsep GK. Yang diatur adalah konsep tanah negara yang frasanya tidak secara tegas menyebutkan GK sebagai lahan negara yang diperuntukkan PT. KAI” Sebut Andi Surya.
Dalam Bab II pasal 8, ayat (1, 2 , 3) PP tersebut bahkan disebutkan, jika badan atau jawatan yang mengelola tanah negara ternyata keliru atau tidak tepat lagi serta luas penguasaannya ternyata melebihi keperluan dan lahan tersebut tidak dipelihara sebagaimana mestinya maka wajib dikembalikan kepada negara, sebut Andi Surya.
“Jika PP ini dihubungkan dengan GK, terdapat fakta bahwa PT. KAI tidak pernah mengurus lahan bantaran rel KA yang tergolong GK, akan tetapi masyarakat-lah yang selama puluhan tahun mendiami, memelihara dan mengusahakan lahan dimaksud”. Ujar Andi Surya.
“Fakta lain juga menyebutkan, UU Keretaapi No. 23/2007 dan PP No. 56/2009 menjelaskan ruang milik KA sebatas 6 meter kiri dan dan kanan rel. Sebelumnya, UUPA 5/1960 tidak satu kata pun yang menjelaskan arti Grondkaart. Jadi semua fakta UU dan hukum sangat melemahkan posisi PT. KAI dalam klaimnya atas lahan Gk”. Tutup Andi Surya. (Rls).