Dede Farhan Aulawi, Berharap “Physical Distancing” Jadi “Fanatic Disipline” Setiap Orang

Lensa News131 views

Jakarta, Lensalampung.com – Sampai saat ini nampaknya belum ada tanda – tanda kalau wabah virus corona bisa teratasi, baik di dunia maupun di Indonesia. Malah tren statistik menunjukan sebaliknya, yaitu ada peningkatan yang signifikan, baik untuk yang dinyatakan positif maupun korban meninggal dunia. Sudah banyak ahli kesehatan yang memberikan pandangannya, namun pada kesempatan ini kita coba bahas dari perspektif ekonomi.

Pada kesempatan ini media mewawancarai Pemerhati Ekonomi Dede Farhan Aulawi di Jakarta, Senin (6/4). Menurut Dede kebijakan physical distancing atau Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pasti bermaksud baik yaitu untuk mencegah meluasnya penyebaran wabah virus corona ini. Namun dari sisi ekonomi tentu berdampak pada terhentinya denyut nadi ekonomi. Faktanya orang tidak bisa leluasa untuk bekerja atau beraktivitas, sehingga praktis gairah ekonomi melemah. Bahkan tidak sedikit perusahaan yang mengambil kebijakan untuk mengrumahkan karyawan ataupun melakukan pemutusan hubungan kerja.

Selanjutnya Dede juga menambahkan bahwa persoalan di atas tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tetapi juga terjadi di banyak negara. Urat nadi perekonomian yang terpaksa harus diputus tersebut, secara otomatis memutus income yang akhirnya menyebabkan tekanan darah “purchasing power” drop secara signifikan. “Nyawa Ekonomi” dalam taruhan. Kemudia pertanyaannya adalah apakah kita hanya akan menjadi “korban” keadaan atau sebaliknya?

“ Sikap proaktif tentu merupakan sikap paling bijaksana dalam menyikapi situasi Ekonomi yang VUCA plus turbulen ini. Membangun ketangguhan melalui ikhtiar yang didasari dari pemahaman modern bukan reaksi primitif “, kata DR. Muhammad Edhie Purnawan seorang pakar ekonomi dari UGM dalam sebuah acara Neuroleadership Forum di Jakarta. Dimana acara tersebut juga dipandu oleh Roy T. Amboro. MBA, praktisi NeuroLeadership yang membedah pengambilan keputusan ekonomi berbasis kinerja otak sehat.

Kerusakan ekonomi yang disebabkan oleh Covid-19 sungguh sangat dahsyat, dimana lebih dari 400 T diacadangkan untuk stimulus ekonomi dengan fokus pada kesehatan, sosial, pajak, dan keuangan. Penetapan kebijakan dan stimulus yang digulirkan oleh Pemerintah dinilai sudah bergerak ke arah yang benar. Pengambil kebijakan dituntut lentur, agile dan fast learner dalam memutuskan. Perlu gerakan kolaborasi yang menuntut action segera extramile dari seluruh komponen masyarakat. Mensinergikan dan mengharmonisasi seluruh sumber daya untuk bersatu pada penyediaan logistik dan sarana pendukung untuk menghentikan penyebaran, menurunkan kematian dan meningkatkan kesembuhan.

“ Jadikan Social atau Physical Distancing sebagai “fanatic discipline” saat ini agar tidak memperlama infeksi COVID19 terhadap ekonomi. Semua lapisan masyarakat diharapkan bisa mematuhinya untuk kepentingan bersama agar wabah ini tidak terus menambah infeksi penyakit ekonomi yang semakin parah. Untuk implementasi berbagai kebijakan dan perpu maka semua leader harus meningkatkan kapasitas kematangan emosi, karena keputusan emosional hanya akan memperburuk bencana dalam siatuasi yang serba sulit ini. Oleh karenanya dipandang perlu untuk mengadopsi pendekatan kinerja otak sehat untuk memperkuat kecerdasan emosi dan kemampuan inovasi dalm melihat fakta dan skenario terburuk memakai lensa yang lebih konstruktif untuk membangkitkan semangat juang dengan tatapan penuh optimis “, ujar Dede menutup pembicaraan. (Red)