Dede Farhan Aulawi Bicara Soal Reporters without Borders alias Wartawan Tanpa Batas dan Kesejahteraan

Oleh : Dede Farhan Aulawi (Praktisi Media).

Lensalampung.com-Jika merujuk pada suatu “perusahaan”, idealnya perusahaan itu harus meiliki perencanaan yang matang dalam melakukan tata kelola perusahaan yang baik. Di samping memiliki konsep dan misi bisnis, tentu sang “pemilik perusahaan” harus memiliki ketangguhan perencanaan, baik perencanaan bisnis itu sendiri, perencanaan SDM, perencanaan keuangan, dan lain – lain. Hal ini berlaku untuk semua jenis perusahaan, termasuk di dalamya perusahaan yang bergerak di bidang media, baik media elektronik maupun media cetak, dan media lainnya. Dalam konteks ini ia pasti harus memiliki ketangguhan modal, baik bersumber dari modal sendiri, modal patungan, atau modal pinjaman. Semua itu harus diuraikan secara rinci dalam business plan atau studi kelayakan bisnisnya.

Jadi insan media yang bergerak di lapangan untuk mencari berita pada dasarnya adalah orang – orang di bagian produksi, yang mencari bahan baku lalu diolahnya menjadi barang setengah jadi atau barang jadi berdasarkan fakta yang akurat dan aktual. Secara profesional insan pers harus fokus mencari berita. Soal teknis di lapangan saling share berita, mencari sumber berita, membangun kerjasama dengan para narasumber, dan lain – lain bisa saja dilakukan dengan tetap memperhatikan kaidah dan etika jurnalistik. Mereka harus tetap fokus, fokus dan fokus terus agar beritanya (produknya) diminati oleh konsumen (pemirsanya).

Di saat yang bersamaan harus ada Tim Marketing yang bisa membangun kemitraan dengan berbagai pihak sehingga perusahaan bisa memperoleh pendapatan. Teknis dan klasifikasi segmen pasarnya menjadi tanggung jawab agar perusahaan bisa tetap berjalan karena adanya cash in ke dalam kas perusahaan. Atas dasar pemasukan inilah maka perusahaan harus bisa membiayai semua pengeluaran yang diperlukan, baik biaya operasional, gaji karyawan, pelatihan, dan lain – lain. Bahkan seluruh pendapatan setelah dikurangi oleh seluruh pengeluaran tersebut harus mampu menyisakan laba, yang dikenal sebagai laba perusahaan.

Di samping itu harus ada juga bagian SDM yang menangani segala sesuatu yang berkaitan dengan SDM. Mulai dari merekrut SDM media yang memiliki keterampilan di bidang itu. Merencanakan pelatihan dan pengembangan serta jenjang karir bagi karyawannya. Memikirkan jaminan dan perawatan kesehatan dan keluarganya. Memikirkan sistem penggajian dengan memperhatikan jenjang karir, termasuk sistem penggajian dan jaminan hari tuanya. Bonus dan insentif lain guna merangsang gairah kerja yang produktif, dan lain – lain. Dengan demikian secara bertahap harapan karyawan bisa diwujudkan sesuai kemampuan keuangan perusahaan.

Jadi secara teoritis sebenarnya sederhana seperti itu. Namun demikian, di saat yang bersamaan tingkat persaingan usaha di bidang media juga semakin ketat. Perusahaan yang mampu bersaing akan tetap bertahan, sedangkan yang tidak mampu bersaing tentu akan gulung tikar. Persoalan kemudian, saat ini terjadi perubahan peradaban dengan akselerasi teknologi yang super cepat sehingga mampu melahirkan ribuan media online yang tentu tata kelolanya tidak serumit perusahaan media lainnya. Media online ini banyak dikelola perseorangan. Dari satu sisi lebih simple, maksudnya tidak serumit jika mengelola perusahaan media yang besar. Namun di sisi lain, mereka harus bisa survive mengelola usahanya. Karena semua proses yang diuraikan di atas kebanyakan harus dikelola dan direncanakan sendiri. Meskipun tentu tidak semua begitu, karena ada juga media online yang sudah dikelola oleh beberapa orang.

Oleh karena itu, berbicara kesejahteraan insan media memiliki perbedaan tantangannya masing – masing. Namun demikian, karena kondisinya bisa berbeda, maka harus duduk bersama merumuskan strategi agar bisa tetap survive dan meningkatkan pendapatan untuk mengangkat kesejahteraan. Hal ini yang jarang dibahas secara serius, padahal keberadaan media online saat ini sudah mencapai ribuan di seluruh tanah air.

Belum lagi berbicara meningkatkan profesionalitas yang berkelanjutan agar lebih profesional sehingga setara dengan para insan media lain di seluruh dunia. Dengan demikian memiliki kesejajaran profesionalitas dan kesejajaran kesejahteraan, saat mereka pun bisa berkiprah menjadi jurnalis di berbagai belahan dunia. Termasuk membangun kerjasama internasional, minimal sebagai kontributor dalam negeri agar bisa menghasilkan devisa juga. Oleh karena itu, bangunlah kepercayaan diri dan terus tingkatkan kualitas dan profesionalitas. Mulailah untuk ikut bertarung di kancah internasional dan bergabung, misalnya dengan International Federation of Journalists (IFJ), International Center for Journalists (ICFJ), International Community – Society of Professional Journalists (SPJ), International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ), Global Investigative Journalism Network (GIJN), dan lain – lain. Ingatlah adagium *”Reporters without Borders”* alias *”Wartawan Tanpa Batas”*. Yakinlah bahwa seluruh insan media Indonesia bisa menjadi bagian bahkan bisa turut mewarnai dunia jurnilistik internasional.