Pendidikan Mempertegas Eksistensi Manusia.

Penulis : Reka Punnata.

Bertepatan pada tanggal 2 Mei, bangsa Indonesia memperingati hari pendidikan nasional (Hardiknas). Ketika berada di hari tersebut, maka semua pihak akan ingat pada guru bangsa. Ki Hadjar Dewantara namanya, beliau pendiri taman siswa.

Semua orang yang pernah bersekolah pastilah ingat kata “Tut Wuri handayani”. Tulisan ini menjadi bagian dalam logo yang terpampang pada topi maupun bet baju, mulai dari SD sampai SMA/Sederajat.

Sambil mengingat beliau, penulis mencoba mengatraksikan pikiran penulis manjadi tulisan singkat. Inilah yang bisa penulis persembahkan kepada beliau. Penulis ingin menjadi bagian kisah beliau, beliau dengan gigih berupaya menjadikan rakyat Indonesia yang memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi.

Berkat jasa beliau juga Indonesia merdeka. Merdeka karena rakyat tidak mau hidup dalam kebodohan! Setiap warga berhak mendapatkan pendidikan yang layak.

Pendidikan adalah memanusiakan manusia, karena manusia diciptakan oleh tuhan dengan diberikan akal. Akal ini lah yang membedakan manusia dengan mahluk tuhan yang lainnya.

Melalui akal keberadaan manusia akan terus berkembang menemukan peradaban. Keberadaan atau yang dikenal dengan istilah eksistensi.

Eksistensi manusia mulai berlangsung sejak kelahiran sampai dengan kematian bahkan kebanyakan tokoh walau sudah tiada eksistensi tetap ada.

Hakekat eksistensi adalah dari tiada menjadi ada, dari ada kemudian menjadi apa, setelah menjadi apa kemudian menjadi tiada!.

Sebagai mana contoh perbedaan kehidupan manusia dengan hewan. Kesamaannya pada faktor gen, hewan beranak pinak tetapi hewan tidak bisa membuat kandangnya sendiri apalagi untuk yang lainnya.

Secara adab, hewan juga tidak ada nashab karena anak/orang tuanya atau kerabat dekatnya bebas untuk dikawini. Namun kelebihan hewan yang diberikan oleh tuhan berupa naluri atau insting.

Naluri hewan lebih kuat dibanding manusia. Misalnya hewan lebih cepat tau jika akan datang bencana alam. Hewan akan cepat mengungsi sebelum bencana itu datang. Bisa kita amati ketika ada bencana alam hewan jarang sekali yang banyak menjadi korban.

Dari perbedaan itulah penulis berpendapat bahwa manusia harus menjadi manusia seutuhnya. Manusia harus mengedepankan akal dibanding nalurinya, karena jika naluri yang dominan maka ia tidak ubahnya seperti hewan.

Selain itu juga, manusia dituntut bukan hanya sekedar makan-tidur melainkan manusia harus menciptakan peradaban. Bukankah esensi dari manusia adalah yang bermanfaat buat orang lain?.

Menjadi manusia seutuhnya akan terwujud jika melalui pendidikan, baik pendidikan formal maupun non formal. Secara sunnatullah manusia telah diberikan akal, potensi akal ini berkembang sesuai dengan perkembangan manusia.

Misalnya anak yang baru lahir, dia menggunakan ototnya untuk keluar dari rahim sang ibu, dan ia menangis ingin menjelaskan bahwa ia telah lahir di dunia.

Selanjutnya ia tumbuh menjadi anak yang hanya mengandalkan pikirannya yang masih sempit, misalnya ketika ia ingin buang air kecil maka ia akan bicara setelah ia buang air, kemudian ia sudah mulai mengerti sebelum ia buang air sudah menyampaikan terlebih dahulu.

Kemudian si anak tumbuh dewasa dan mulai menggunakan akal sehatnya. Ini secara alamiah akan terjadi kepada setiap manusia.

Dalam perkembangan hidup manusia ia akan mengalami proses pendidikan. Pendidikan baik formal maupun informal.

Pendidikan adalah menggali pontensi diri untk dikembangkan dan pendidikan juga merubah serta membentuk karakter seseorang. Disini kal manusia akan terus berkembang baik dari segi wawasan maupun ilmunya.

Melalui pendidikan, seseorang akan menemukan kebenaran melalui proses berfikir dan merasa. Proses berpikir dimaksud adalah sebagai upaya untuk membedakan yang beda dan menemukan yang benar.

Proses berpikir ini pula yang menggerakan nalar manusia baik secara alamiah mapun ilmiah. Proses berpikir ini jg dimaksud sebagai logika.

Logika yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Hal ini sebagai mana menurut filsuf barat pada abad ke 5 sm.

Diantarnya socrates dan dilanjutkan plato. Kemudian imanuel kant serta Descrataes yang ungkapannya terkenal, Cogito ergo sum (“aku berpikir maka aku ada”).

Bahkan dalam Islam, pada periode rosul Muhammad SAW, ayat pertama yang turun adalah Iqro (bacalah) kemudia lahir dari ummatnya pemikir muslim seperti alfarabi, alkindi, ibnu sina dan Al ghazali yang ungkapannya terkenal “sebaik baik ibadah adlh berpikir”. Dalam islam logika disebut mantiq.

Hakekat logika adalah Mengapa begini mengapa begitu. Alur berpikirnya logis dan betolak belakang. Karena logika (ilmu mantiq) memerlukan dalil. Dalil logika berpedoman dengan beberapa prinsip, diantaranya; Pertama, prinsip identitas” sesuatu adalah apa adanya.

Kedua, prinsip pengecualian nilai tengah: antara ada dan tidak ada tidak ada nilai tengah. Ketiga, Prinsip alasan yang cukup: ada alasan yang cukup untuk semuanya. Keempat, prinsip kontradiksi: tidak mungkin sesuatu menjadi dan tidak menjadi pada satu waktu.

Dari pemanfatan potensi akal, baik dikembangkan dengan ilmiah maupun alamiah, manusia akan terdidik dengan alur pikiran yang benar sehingga dia akan menemukan petunjuk/ kebenaran (dilalah).

Petunjuk kebenaran inilah yang akan menjadikan manusia seutuhnya. Manusia yang bisa memanfaatkan potensi akal dan hatinya sehinga keberadaannya didunia bisa memberikan manfaat untuk alam, manusia dan tuhan.
Selamat hari pendidikan!