Lampung Utara, Lensalampung.com – Asisten I Bidang Pemerintahan Pemkab Lampung Utara (Lampura), Yuzar memastikan jika pungutan dalam pembuatan sertifikat Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) di Desa Sri Agung Kecamatan Sungkai Jaya, merupakan pungutan liar (Pungli).
Mengenai hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Inspektorat, yang hanya memberikan sanksi agar Kelompok Masyarakat (Pokmas) mengembalikan uang kepada warga, Yuzar menerangkan bahwa Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Inspektorat akan dikoordinasikan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat.
“Itu jelas pungli, walaupun ada kesepakatan, Itu kan sudah jelas. Itu kan korupsi yang kayak gitu,”tegas Yuzar kepada sejumlah wartawan di ruang kerjanya, Rabu (2/11/2016).
Karena itu, lanjut Yuzar, setelah LHP tersebut dikoordinasikan ke Kejari, maka Pemkab menunggu perkembangan apa yang akan dilakukan Kejaksaan.
Dan dirinya menegaskan, bahwa dalam persoalan ini Pemkab tidak akan menutup-nutupi ataupun melindungi siapapun nantinya yang terlibat. “Disini kami (Pemkab) dengan tegas tidak akan melindungi siapapun yang nantinya terbukti terlibat,”tukas Yuzar.
Diberitakan sebelumnya, dugaan pungutan liar (pungli) pembuatan sertifikat Proyek Opreasi Nasional Agraria (Prona) tahun 2016, di Desa Sri Agung Kecamatan Sungkai Jaya, Lampung Utara (Lampura), mendapat perhatian serius dari anggota DPR RI, Tamanuri.
Kepada sejumlah wartwan usai melaksanakan reses di Desa Bumi Restu Lampura, Senin 1 novenber 2016. Tamanuri menegaskan tidak ada toleransi bagi para pelaku yang terlibat dalam pungli tersebut.
“Sanksi tegas diberhentikan dan masuk bui itu. Lihat sekarang ini, di Medan ditangkapi semua. Kalau memang tidak bisa tertangkap tangan laporkan kepolisi. Siapa yang melakukan, nanti saya hubungan sama ke Menentri Agraria (Sopian Jalil) yang memang mitra kerja Komisi II,”ujar politisi Partai Nasdem ini.
Ketika ditanya bagaimana bila itu terjadi di wilayah Lampung Utara, ayah kandung dari Bupati Agung Ilmu Mangkunegara ini menyatakan tidak menutup kemungkinan itu terjadi, dan harus dibasmi.”Tidak menutup kemungkinan itu, semuanya dibasmi. Prona itu gratis sertifikatnya, tetapi ada dana dana administrasinya untuk patoknya, pengukuranya,”ucap dia.
Sejauh ini, lanjut mantan Bupati Waykanan ini, dirinya juga sudah menyatakan kepada Menteri Agraria, agar yang namanya gratis harus gratis. Dengan memasukan semua kebutuhan penerbitan buku Sertipikat kedalam APBN, “Saya sudah katakan sama mentri Agraria kalau memang gratis, jangan lagi ada dana dana tambahan lainya,”tukasnya.
Sementara itu, Inspektorat Lampung Utara (Lampura) meski menyatakan terbukti adanya pelanggaran dalam pembuatan sertifikat tersebut oleh Kelompok Masyarakat (Pokmas), namun Inspektorat hanya sekedar merekomendasikan Pokmas untuk mengembalikan ‘hasil pungli’ itu. Padahal sebelumnya, Inspektorat melalui Inspektur Pembantu Wilayah (Irbanwil), secara terang-terangan menyatakan akan melimpahkan warga yang terbukti terlibat pungli kepada aparat penegak hukum.
“Hasilnya, Pokmas harus mengembalikan kelebihan dana itu kepada warga. Total uang yang harus dikembalikan oleh Pokmas Rp23 juta,” kata Jauhari selaku Irbanwil, ketika dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Kamis (27/10).
Meski demikian, pihak Inspektorat tak memberikan batas waktu terhadap Pokmas untuk mengembalikan uang tersebut ke warga.
Justru Jauhari malah meminta bantuan wartawan untuk menekan pihak Pokmas agar dapat segera mengembalikan ‘uang pungli’ itu kepada warga. “Ya, saya minta sama media juga sebagai kontrol sosial untuk bisa agak menekan mereka sedikit. Seingat saya, keknya (sepertinya) limit waktunya enggak ada,”tuturnya.
Dan menurut dia, pihaknya tak mau melimpahkan dugaan pungli tersebut ke polisi, jika Pokmas mau mengembalikan dana itu kepada warga.
“Ya, kita lihat dulu perkembangan. Kalau mereka ada itikad baik, saya rasa enggak perlu ke Polres,”kilahnya.
Ketika ditanya apakah Kades Sri Agung, Mulyadi, terbukti ikut terlibat dalam persoalan ini, mengingat dalam hal ini Mulyadi mengakui bahwa menyetujui besaran pungutan itu, Jauhari kembali berdalih jika oknum Kepala Desa itu tak terbukti terlibat. Itu dikarenakan, tidak adanya bukti berikut pengakuan saksi yang menyatakan oknum Kepala Desa itu terlibat.”Kalau bicara secara hukum, kita harus punya bukti. Pengakuan dari Pokmas juga enggak ada. Unsur keterlibatan dia (Kepala Desa) memang enggak ada. Semuanya diserahkan kepada Pokmas,”urainya (Beben)