JAKARTA, Lensalampung.com – Gerakan Nasional Pencegah Korupsi Republik Indonesia (GNPK-RI) perwakilan Jabar resmi menyambangi gedung KPK dan Komisi Yudisial atas temuan LHP BPK TA 2017 di Sekretariat DPRD Tulang Bawang guna penuntasan kasus korupsi di DPRD Tulang Bawang, Lampung sekaligus Kado Hut RI Ke 77.
Laporan Pengaduan Masyarakat Atas Temuan LHP BPK RI TA 2017 di Sekretariat DPRD Kabupaten Tulang Bawang ke KPK yang dilaporkan secara resmi oleh Pimpinan Wilayah GNPK-RI Jabar menjadi informasi awal bagi KPK untuk menindaklanjuti dugaan kasus korupsi lainnya yang ada di Kabupaten Tulang Bawang.
Pimpinan Wilayah GNPK-RI Provinsi Jawa Barat menegaskan bahwa pentingnya menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK. GNPK-RI sebagai ormas pencegahan korupsi selalu konsisten atas laporan masyarakat, serta informasi dan atau data temuan hasil investigasi.
Nana Supriatna Hadiwinata mengungkapkan, “Berdasarkan UU Nomor 15/2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan, dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi laporan hasil pemeriksaan, pejabat wajib memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK tentang tindak lanjut atas rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan selambat-lambatnya 60 hari setelah laporan pemeriksaan diterima.” Selasa (16/08/22).
“Kalau temuan BPK tidak ditindaklanjuti, maka yang akan menindaklanjutinya adalah penegak hukum. Ini tentu bahaya,” Tegas Nana Supriatna Hadiwinata selaku Pimpinan Wilayah GNPK-RI Jabar setelah memasukan laporan resmi ke KPK yang sehari sebelumnya telah melakukan kordinasi dengan pihak KPK atas informasi yang dilaporkan.
Menurut Abah Nana sapaan akrabnya, dalam pemeriksaan BPK, selalu ada catatan-catatan penting yang harus diperhatikan. Catatan seperti inilah yang menurut dia harus diselesaikan. Kalau DPRD atau pemerintah daerah tidak mengerti dengan catatan-catatan tersebut, bisa minta bantuan BPKP.
Abah Nana menegaskan bahwa, “Fungsi DPRD membuat sebuah keputusan penting di daerahnya, namun ini malah memberikan contoh yang tidak sesuai aturan.”
“Kalau ada masalah penting untuk pembangunan, seharusnya DPRD jangan ragu dengan aspek legalitas maupun segi lainnya, tapi di Sekretariat DPRD Tulang Bawang justru sebaliknya, menunjukan sikap ketidak patuhan atas LHP BPK yang tidak ditindaklanjuti, dan sudah barang tentu mengandung unsur perbuatan melawan hukum.” Cetus Nana.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI berperan aktif dalam pemberantasan korupsi yang diwujudkan dalam bentuk kewajiban melaporkan seluruh temuan-temuan yang berindikasi tindak pidana korupsi kepada aparat penegak hukum yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan dan Kepolisian.
Sepertinya, butuh sentuhan KPK dalam menyikapi apa sebenarnya yang terjadi di Sekretariat DPRD Tulang Bawang dan Pemerintah Daerah Kabupaten Tulang Bawang atas kepatuhan pengembalian keuangan atas hasil temuan yang tertuang dalam LHP BPK.
Sebagai informasi, sebelumnya Kasus Tipikor telah mencuat di Sekretariat DPRD Tulang Bawang dan telah diproses oleh Kejaksaan Negeri Tulang Bawang yang melibatkan 3 orang di Sekretariat DPRD Kabupaten Tulang Bawang merupakan langkah awal GNPK-RI menindak lanjuti laporan pengaduan masyarakat yang masuk.
Temuan-temuan didasarkan pada pemeriksaan LKPD baik secara
administrasi maupun melalui uji petik atas pekerjaan yang dilaksanakan dalam tahun anggaran tersebut. Dari hasil pemeriksaan itulah BPK
menemukan pelanggaran – pelanggaran atas peraturan perundang – undangan yang berlaku.
GNPK-RI Pimpinan Wilayah Provinsi Jawa Barat menilai, sekalipun
temuan BPK RI Kabupaten Tulang Bawang tidak Pro Yustisia, tapi
bersifat administratif, tapi justru di bidang pelanggaran administratif itulah kemungkinan munculnya tindak pidana korupsi.
“Kalau tidak ada pelanggaran administratif maka tidak ada korupsi. Jadi korupsi itu
sumbernya pada administrasi yang tidak tertib. Hal lain yang ditulis saat ada temuan, bahwa peristiwa tersebut bertentangan dengan peraturan dan perundang – undangan. Dengan kata lain bertentangan dengan
hukum atau melawan hukum formil.” Ungkap Nana.
Undang – Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 dan perubahanya pada UU Nomor 20 tahun 2001, pasal 2 dan 3, maka LHP BPK RI yang telah menyimpulkan berdasarkan bukti
– bukti dokumen dan keterangan yang dibuat oleh pihak – pihak
terperiksa, bahwa mengungkapkan ketidaksesuaian dengan peraturan
perundang – undangan.
Maka itu merupakan perbuatan yang menyimpang sebenarnya telah memiliki rumusan yang sejalan dengan unsur – unsur pasal 2 dan 3 UU No. 31 tahun 1999 Jo. UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Oleh karenannya sesuai amanah Undang – Undang temuan BPK terkait laporan hasil pemeriksaan BPK atas kepatuhan terhadap peraturan perundang – undangan dapat ditindaklanjuti oleh penegak hukum untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, terkait adanya perbuatan tindak pidana korupsi.
Instrumen pidana adalah upaya terakhir (ultimum remedium). Dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi sebaiknya diprioritaskan pada pengungkapan perkara yang bersifat skala besar.
“Dilihat dari pelaku dan/atau nilai kerugian keuangan negara dan tindak pidana korupsi yang
dilakukan terus menerus atau
berkelanjutan, sehingga dapat
menimbulkan ketidakkepercayaan masyarakat. Maka kepada yang bersangkutan agar diberikan jeratan pidana khusus sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.” Tegas Abah Nana.
“Perlu kami jelaskan bahwa laporan dan informasi dugaan korupsi di
Sekretariat DPRD Tulang Bawang atas LHP BPK RI Kabupaten Tulang Bawang Tahun 2017 yang kami sampaikan kepada Pihak KPK terutama terkait temuan adanya Indikasi/Dugaan Tindak Pidana Korupsi yang harus dilakukan proses penegakan Hukum yang berlaku sesuai Undang – Undang.” Pungkasnya.
Selain itu guna monitoring dan pengawasan serta evaluasi atas kinerja Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang maka kami dari Pimpinan Wilayah Gerakan Nasional Pencegahan Korupsi Republik Indonesia Provinsi Jawa Barat meminta KPK agar
melakukan supervisi di Pemerintahan Kabupaten Tulang Bawang. (Rls).