BANDARLAMPUNG, Lensalampung.com – Wakil Ketua Internal Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Ansori Sinungan, menghadiri pertemuan dengan pihak-pihak terkait tentang permasalahan yang dialami masyarakat Bujuk Agung dan Indera Loka II dalam memperjuangkan hak tanah lahan plasma, yang diduga dirampas oleh pihak PT Bangun Nusa Indah Lampung (BNIL) di Hotel Horizon Bandarlampung, Kamis (29/9)
Dalam pertemuan dihadiri Asisten Pemkab Tulangbawang, perwakilan Polda Lampung, DPRD Provinsi Lampung, perwakilan Warga Bujuk Agung,BPN Tulangbawang, BNP Lampung Utara, dan Transmigrasi Swakarsa Mandiri Lampung Utara sementara pihak PT. BNIL sendiri mangkir dalam pertemuan tersebut.
Ansori mengatakan bahwa Komnasham salah satu lembaga pengawasan jadi kalau Pemerintah sudah mengerjakan tugas pokok dan funsinya sesuai peraturan perundang-undangan berarti itu sudah melaksanakan haknya, perusahaan memiliki lahan untuk apa perluh di evaluasi bagaimana perusahaan PT.BNIL bisa mengambil atau merampas tanah adat milik masyarakat tanpa berkoordinasi dan musyawarah, sehingga ini ada cacat hukum tidak kalau cacat hukum ini harus kita proses.
“Saya mengharapkan pemkab perlu berhati-hati memberikan perpanjangan maupun Operasional dengan melihat apakah masih ada persoalan di dalamnya agar tidak menimbulkan permaslahan ke depan,” ujar Ansori Komisioner Komnas HAM itu.
Disinggung terkait PT.BNIL yang tidak hadir dalam pertemuan tersebut, Ansori menjelaskan Pihak PT.BNIL harus beretikad baik dan dapat hadir terkait permasalahan ini. Berarti pihak PT.BNIL sudah tidak ada etika baik lagi dalam penyesalan permasalah ini seharusnya pihak PT.BNIL harus dapat hadir jangan selamanya mengandalkan pihak formal karena punya HGU kemudian silahkan kepengadilan .
“Masyarakat itu pada umumnya berada pada posisi yang lemah tentang masalah pengadilan, jadi harapan saya kepada Perusahaan PT.BNIL mari berduduk bersama menuntaskan permasalahan ini jangan berlarut-larut,”paparnya
Sementara itu Komnasham memastikan tetap akan mengudang PT.BNIL dalam permasalahan itu sebab sudah melakukan mediasi plening sehingga bisa investigasi jika terjadi pelanggaran itu sudah diluar mediasi plening, itu masuk kemasalah hukum.
Masih kata Ansori, bahwa putusan MK No. 35 yang isinya tanah-tanah negara berasal dari tanah adat itu dikembalikan. Jadi kalau sudah ada keputusaan seperti itu tinggal bagaimana tanah-tanah adat itu dikembalikan pada masyarakat adat.
Namun memang ada persyaratan untuk mengembalikan tanah adat itu harus benar-benar milik masyarakat adat, terus ada SK nya ada perdanya jadi masyarakat adatnya masih ada, Daerahnya masih ada, dan tradisinya masih ada. “Untuk itu pada intinya pihak Pemerintah daerah dapat mengevaluasi kembali tanah adat tersebut,”tutupnya. (BA)