JABAR, Lensalampung.com – Gerakan Nasional Pencegah Korupsi Republik Indonesia (GNP-RI) menyebutkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mempunyai tugas dan fungsi pemeriksaan (auditif) yang ditujukan untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Transparansi pengelolaan keuangan negara dapat tercermin dari laporan keuangan yang dibuat setiap tahun oleh pemerintah pusat dan daerah, dengan menggunakan standar-standar yang telah ditetapkan.
Selanjutnya dalam model tersebut, BPK juga berperan sebagai insight, yaitu BPK berperan dalam memberikan pendapat mengenai program-program atau kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah, sehingga manfaat dari hasil pemeriksaan dapat dirasakan oleh stakeholder BPK.
BPK memiliki dua proses kerja yang utama, dimana tidak saja menjalankan proses pemeriksaan, tetapi BPK juga menjalankan fungsi sebagai quasi yudisial. Quasi yudisial ini adalah dalam hal menyangkut tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK.
“Selama proses yudisial ini yaitu 60 hari kerja sejak Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) diserahkan untuk proses administratif hukum keuangan negara dipenuhi tidak boleh ada aparat penegak hukum bertindak.” Ungkap Nana Supriatna Hadiwinata, Ketua GNPK-RI Jabar.
Lanjutnya, “Oleh karena itu setelah LHP diserahkan maka entitas yang diperiksa harus segera diproses untuk ditindaklanjuti selama 60 hari, dan selama 30 hari BPK akan menelaah, selanjutnya setelah 120 hari apabila ada tindak pidana korupsi akan diserahkan kepada aparat penegak hukum”.
“Hal inilah yang menjadi dasar kami melapor ke KPK atas informasi yang kami peroleh dari masyarakat Tulang Bawang atas dugaan LHP BPK Tahun 2017 Kabupaten Tulang Bawang yang telah kami laporkan ke KPK beberapa waktu lalu.” Tegasnya.
“Kami GNPK RI sangat prihatin dengan kejadian seperti ini terulang kembali oleh BPK RI. Kami, minta agar Ketua BPK RI Pusat terus melakukan upaya pengawasan yang maksimal terhadap jajarannya, sehingga kinerja positif BPK RI tidak tercoreng oleh prilaku Koruptif oknum jajarannya.” Pungkas Nana.
Sementara, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menasehati semua pemerintah daerah berkaitan dengan kasus laporan keuangan BPK yang terjadi di Pemprov Sulawesi Selatan dan Pemkab Bogor.
Alex berpesan kepada lembaga pemerintah agar jangan melayani para auditor ‘nakal’ yang meminta uang dalam pemeriksaan WTP.
“Kami berharap sebetulnya ya, kepada setiap Pemerintah Daerah ya, setiap tahun itu menghadapi berhadapan dengan auditor BPK, tolong ya supaya kalau ada permintaan-permintaan uang seperti ini tidak dilayani. Laporkan segera ke inspektorat BPK supaya ada tindakan juga buat auditor nakal,” kata Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Kamis (18/8/2022). Dikutip dari detikcom.
Oleh sebab itu Alex berpesan agar lembaga negara yang tidak mendapat predikat WTP khawatir.
“Jadi enggak usah takut, tahun ini enggak mendapatkan WTP enggak usah takut. Itu tidak runtuh langit itu, karena tidak mendapatkan opini WTP,” lanjutnya.
Dia menyebut jangan sampai lembaga-lembaga tersebut itu menghalalkan segala cara untuk meraih WTP. Menurut, Alex operasional lembaga tersebut masih tetap bakal berjalan meski pun tanpa predikat WTP.
“Jangan juga kemudian berjuang dengan berbagai cara untuk mendapatkan opini WTP, apa sih opini WTP itu. Tanpa opini WTP pun Pemda kan tidak bangkrut atau tidak dikasih anggaran,” ucap Alex.
“Ini hanya penilaian terhadap kewajaran laporan keuangan,” lanjutnya.
Dalam kesempatan Alex juga berpesan kepada auditor BPK agar dalam menjalan tugasnya untuk bertindak secara profesional.
“Jadi ini juga harus menjadi perhatian dari, ya teman-teman auditor juga ya. Itu supaya dalam memberikan opini WTP itu benar-benar ya profesional didaftarkan atas pertimbangan yang profesional seperti itu,” jelasnya.
2 Kasus Libatkan Auditor BPK
Adapun di semester awal tahun 2022 ini, KPK telah menangani dua perkara korupsi yang berkaitan dengan laporan pemeriksaan keuangan. Kedua perkara itu melibatkan auditor BPK.
Pertama, KPK meringkus Bupati nonaktif Bogor Ade Yasin dalam operaasi tangkap tangan yang dilakukan KPK pada Rabu (27/4) lalu.
Ade Yasin diduga menyuap sejumlah auditor BPK Perwakilan Jawa Barat guna meraih WTP. Atas keinginan Ade itu, BPK Perwakilan Jabar menugaskan Tim Pemeriksa untuk mengaudit pemeriksaan interim atau pendahuluan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) TA 2021 Pemkab Bogor.
Tim yang diturunkan BPK Perwakilan Jabar antara lain Kasub Auditorat Jabar III Anthon Merdiansyah (ATM), Ketua Tim Audit Interim Kab Bogor Arko Mulawan (AM), pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat Hendra Nur Rahmatullah Karwita (HNRK), pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat Gerri Ginajar Trie Rahmatullah (GGTR), dan Winda Rizmayani.
Terkini, KPK melakukan pengembangan perkara yang menjerat eks gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah. Lima orang ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini.
KPK menyebut perkara itu bermula saat BPK Perwakilan Sulsel hendak memeriksa Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Pemprov Sulsel. Namun, sebelum dilakukan pemeriksaan, salah seorang tersangka yang merupakan pemeriksa berkomunikasi aktif guna memanipulasi laporan keuangan tersebut. [Rls GNPK-RI].