Perlu Perubahan Mindset Kolektif Untuk Cegah Korupsi

Lensa News130 views

Lensalampung.com – Permasalahan korupsi selalu menarik untuk dibahas, dan tidak pernah habis untuk diulas dari berbagai sudut pandang. Semua orang berharap korupsi bisa diberantas, dan tentu ada sebagian orang yang justru menikmatinya. Sekian banyak orang yang ditangkap tidak juga membuat orang jera dan takut untuk melakukannya.

Demikian dikatakan oleh Pembina Gerakan Nasional Pencegahan Korupsi Republik Indonesia (GNPK RI) yang juga dikenal sebagai ahli Financial Data Tracking Dede Farhan Aulawi yang menjadi narasumber diskusi publik dengan tema ” Membangun Negeri Tanpa Korupsi ” yang diselenggarakan di hotel Savoy Homann Bandung, Kamis (7/11).

Konteks pemberantasan mengandung 2 unsur, yaitu pencegahan dan penindakan. Upaya pencegahan harus diutamakan, karena lebih baik mencegah daripada menindak. Apalagi masalah recovery asset juga sering jadi masalah baru, karena kesulitan dalam mengembalikan kerugian negara. Ujar Dede.

Ada 2 strategi yang perlu dilakukan, yaitu tataran konseptual dan tataran teknis. Tataran konseptual dipandang perlu untuk melakukan perubahan mindset secara kolektif dalam memandang “sukses” yang seringkali bertumpu pada materi. Banyak orang respek pada seseorang karena kekayaannya. Akhirnya orang berlomba untuk kaya bagaimanapun caranya, hanya karena ingin dinilai sukses dan dipandang orang.

Dalam tataran teknis, perlu intensifikasi audit preventif dan audit investigatif secara komprehensif terhadap semua “Titik” yang berpeluang terjadinya Tipikor. Audit harus didesain secara horisontal dan vertikal, tergantung pada karakteristik organisasi nya. Baik di dalam ataupun di luar negeri.

Disamping itu perlu meningkatkan kerjasama internasional untuk memudahkan penelusuran dana hasil korupsi yang diparkir di luar negeri. Tentu dibutuhkan keahlian dan jejaring yang kuat, agar bisa ditarik kembali ke tanah air untuk dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

Persoalannya seringkali yang punya keahlian tidak memilikinya kewenangan, atau sebaliknya yang memiliki kewenangan tidak memiliki keahlian. Semoga ke depan terbangun sebuah konstruksi yang elaboratif, yaitu kewenangan yang berbasis keahlian, atau keahlian yang memiliki legitimasi kewenangan. Harap Dede. (Ari/Rls)