SUOH,Lensalampung.com – Rata-rata orang Lampung mungkin tak mengimpikan tinggal di Suoh. Kecamatan di Lampung Barat ini menempati kawasan relatif terisolir, kurang menarik untuk ditinggali masyarakat modern yang ingin serba cepat dan instan.
Tapi bagi 27 ribu warga Suoh, tak banyak pilihan selain melanjutkan hidup, merawat tanah dan lingkungan yang mereka warisi. Mereka pun harus berdamai dengan segala keterbatasan, minimnya sumber energi, penerangan dan akses jalan yang rusak. Parman (40), warga Desa Suka Marga, Kecamatan Suoh menuturkan kisahnya.
“Hidup di Suoh ini perih lah. Dulu mobil-mobil itu gak bakal sampai sini. Yang bisa masuk hanya Hardtop,” kisah Parman sembari menunjuk mobil-mobil yang melintas di sekitar Danau Asam.
Hardtop menjadi satu-satunya mobil pengangkut barang keluar masuk Suoh. Jika mengendarai motor, warga harus melilitkan rantai di roda agar bisa bergulir di atas tanah liat yang becek dan sarat kubangan. Alhasil, perjalanan Suoh-Liwa yang berjarak kurang lebih 50 Km butuh waktu sehari penuh. Terkadang rute itu juga memakan waktu dua hari satu malam ketika perjalanan kurang bersahabat, sehingga warga harus bermalam di perjalanan karena tak ada lampu penerangan. Warga Desa Suka Marga yang lain, Sunaryo (35) mengisahkan pengalaman serupa.
“Selama ini kami selalu mengeluhkan masalah jalan, karena rusak parah. Kami masyarakat untuk menempuh ke Kabupaten saja belum tentu cukup waktu 1 hari,” ujarnya
Seolah mengamini apa yang dikatakan Sunaryo, Nuri (40) yang juga warga Desa Suka Marga mengisahkan pengalaman serupa. “Jangankan ke Kota, mau ke arah Danau Asam saja—yang kurang lebih 5 Km dari pemukiman—kalau habis hujan sudah memakan waktu. Rasanya juga aras-arasan—malas—kalo harus ke sana,” kenang Nuri.
Tapi, kisah Parman dan Nuri itu adalah cerita lama. Kini Suoh telah berkembang menjadi obyek yang diminati wisatawan. Nuansa alam Danau Asam memikat para pelancong untuk menikmati keindahannya. Mereka tak hanya dari Lampung Barat, tapi seluruh daerah di Provinsi Lampung. Ada juga pengunjung dari Bandung, Purwokerto, Aceh, bahkan pernah ada yang dari India dan Korea.
“Malam Tahun Baru 2018 ini jadi sejarah. Pertama kali, jalanan Suoh macet total saking banyaknya wisatawan berkunjung. Mobil sampai berderet-deret di Jalan,” antusias tutur Darto (47).
Lebih jauh, Darto yang menjabat Ketua Forum Pariwisata di Suoh ini menceritakan bahwa geliat pariwisata Suoh berkembang sangat pesat seiring pembangunan rute Suoh-Liwa yang dilakukan Pemerintah Provinsi Lampung. Alhasil, masyarakat Suoh pun memetik buah manis pariwisata.
“Kebetulan warga sekitar dulu banyak yang nganggur. Sekarang mereka bisa punya usaha, mulai dari ojek, warung, sampai penyewaan perahu,” terang Darto.
Rute Liwa-Suoh yang dulu harus dilalui dalam hitungan hari, kini cukup ditempuh satu jam dengan mobil maupun motor, dan wisatawan pun melonjak drastis. Terbukanya akses jalan ini juga mempermudah pertukaran komoditas antara Suoh dengan daerah lain. Toni, Kepala SMAN 1 Bandar Negeri Suoh menceritakan pengalamannya menjajal jalur Liwa-Suwoh pasca dibangun Pemprov Lampung.
“Rasanya seperti mimpi saja, sekarang ini satu jam sudah bisa sampai Liwa,” tutur Toni.
Tak heran jika Darto dan Toni berkesimpulan, bahwa kemajuan Suoh adalah berkat perhatian Pemprov Lampung di bawah kepemimpinan Gubernur M.Ridho Ficardo. Hal itu juga dibenarkan oleh Parman.
“Kalo bicara Pak Ridho, sekarang kayak gini aja alhamdulillah, sudah seneng. Apalagi kalau ke depan lebih ditingkatkan,” pungkas Parman.
Infrastruktur di Suoh memang belum semewah fasilitas keseharian warga Lampung di daerah-daerah lain, apalagi kota-kota besar seperti Bandar Lampung atau Metro. Tapi, warga Suoh sangat merasakan perbedaan kondisi hidup dalam tiga tahun terakhir. Dengan sentuhan yang tepat, proses pembangunan telah mengangkat derajat kawasan dan manusia-manusia yang terlibat di dalamnya. Hal itu tercermin pada pengalaman Parman, Sunaryo, Nuri, Darto, Toni bersama 27 ribu warga Suoh yang baru tiga tahun terakhir bisa melepas lilitan rantai dari roda-roda motornya.(Ba)