Bandar Lampung, Lensalampung.com – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Eksekutif Daerah Lampung Menduga bahwa Longsonrnya Gunung Perahu yang sering di sebut Bukit Onta dan berada di Wilayah Jalan Harimau 4 Kelurahan Sukamenanti akibat adanya aktivitas penambang batu yang beroprasi di lokasi tersebut dan mengakibatkan terjadinya longsor pada hari rabu siang, 30 Oktober 2019.
IRFAN TRI MUSRI Direktur Eksekutif WALHI Lampung mengatakan bahwa terjadinya longsor tersebut bukanlah terjadi secara alami melainkan adanya campur tangan manusia, karna berdasarkan hasil pantauan WALHI Lampung ditemukan bahwa lokasi longsor berada dilokasi penambangan batu, yang terlihat jelas adanya perubahan bentang alam dan bentuk/kontur tanah pada bukit akibat aktivitas pengerukan lereng gunung/bukit dengan alat berat yang membuat tanah mudah longsor.
“Bahkan pada hari kamis 31 Oktober 2019 terlihat ada aktivitas beberapa truk yang sedang melakukan aktitivas pemuatan material longsoran bukit yang dimuat ke dalam truk truk tersebut,”kata Irfan.
Meskipun tidak ditemukan adanya korban jiwa, kata dia, akibat longsonrnya gunung perahu yang terjadi apda 30 oktober 2019 kemarin namun hal ini harus dijadikan sebagai peringatan keras kepada pemerintah kota bandar lampung untuk segera sadar bahwa kondisi gunung dan bukit di bandar lampung sudah sangat kritis dengan adanya alih fungsi lahan yang seharusnya sebagai daerah tangkapan air dan ruang terbuka hijau namun saat ini hamper seluruh bukit di kota bandar lampung telah beralih fungsi menjadi perumahan, tempat wisata dan lokasi pertambangan.
“apalagi mendekati musim hujan yang dikwatirkan kejadian serupa akan akan terulang kembali dan kemungkinan bahkan lebih parah karna sudah tidak adanya daerah tangkapan air yang apabila terjadi hujan dengan intensitas tinggi akan terjadinya erosi yang berlebihan bahkan longsor dan banjir akibat air mengalir dengan deras dari gunung/bukit akibat hilangnya daerah tangkapan air tentu ini sangat membahayakan masyarakat sekitar gunung/bukit yang ada di Kota Bandar Lampung,”ujarnya.
Menjadikan Kota Bandar Lampung untuk bebas dari Bencana Ekologis adalah hal yang sangat mustahil jika pemerintah tidak mulai berbenah dalam penataan lingkungan hidup di kota bandar lampung. “Sudah seharusnya pemerintah kota Bandar Lampung untuk membuat regulasi khusus perlindungan dan pengelolaan bukit di bandar lampung serta melakukan upaya-upaya pengawasan dalam pengelolaan bukit di kota bandar lampung, karena selama ini Pemerintah Kota Bandar Lampung selalu abai terkait dengan eksploitasi bukit yang sangat massif di kota bandar lampung,”ujar Irfan.
Ia menjelaskan, Pemerintah Kota Bandar Lampung melalui Dinas Lingkungan Hidup Kota Bandar Lampung selalu berkilah terhadap aktivitas pertambangan bukit/gunung yang ada di kota bandar lampung terkait dengan aspek Izin Pertambangan yang kewenanganya ada di level Pemerintah Provinsi.
“Seharusnya pemerintah kota bandar lampung tidak perlu kaku terkait dengan aspek administrasi pertambangan dan melakukan terobosan terkait dengan aspek lingkungan hidup serta pemerintah kota bandar lampung dapat saja melakukan pengawasan dan penindakan terhadap usaha atau kegiatan yang tidak memeprhatikan aspek lingkungan hidup yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan hidup, menimbulkan bencana dan membahayakan masyarakat,”tegasnya.
Berdasarkan catatan WALHI Lampung, sambung Irfan, bahwa saat ini dari 33 bukit/gunung yanga da di kota Bandar Lampung hanya tersisa 3 bukit lagi yang masih terjaga kealamiannya dan belum terjamah oleh manusia.” Dan hal ini merupakan gambaran yang sangat buruk terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup di kota bandar lampung mengingat kondisi Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandar Lampung juga yang masih sangat minim yaitu berada di kisaran angka 11%,”pungkasnya. (Ari/Rls).