Program Sertifikat Prona di Kampung Pancakarsa Purnajaya Diduga Lahan Pungli

Lensa News87 views
TULANG BAWANG, lensalampung.com –Program Operasi Nasional Agraria (Prona) dalam membuat sertifikat tanah secara massal kerap kali dikeluhkan masyarakat ekonomi rendah. Pasalnya, program yang seharusnya gratis nyatanya dibanderol Ratusan Ribu bahkan Jutaan rupiah per buku sertifikat. 
Seperti yang terjadi  di Kampung Pancakarsa Purnajaya, Kecamatan Banjar Baru, Kabupaten Tulang Bawang (Tuba) Lampung. Sertifikat prona tahun anggaran 2015 menjadi ajang pungli pemerintah kampung setempat dengan pungutan biaya bervariasi hingga mencapai Rp2,4 juta persertifikat.
MD, salah satu tokoh masyarakat Kampung Pancakarsa Purnajaya mengungkapkan, bahwa Dia telah menerima informasi dari masyarakat yang dilampiri surat pernyataan dan fhoto copy sertifikat dari 2 orang warga yakni SW (66) dan SR (46) yang membuat sertifikat prona tersebut.
Kapada awak media, MD menjelaskan bahwa pembuatan sertifikat prona kedua warga tersebut dikenakan biaya sebesar Rp 400 ribu untuk pengurusan asal usul tanah dan Rp2 juta rupiah untuk pengurusan dan biaya lainya.
“Dengan adanya pungutan diatas Rp 2 juta untuk pembuatan sertifikat prona sebanyak 50 buku yang ada di Kampung Pancakarsa Purnajaya menjadi konflik warga setempat, bahkan beberapa warga mengeluh karena biaya yang diminta terlalu besar,” ungkap MD, Kamis (20/4/2017).

 

MD juga mengatakan bahwa yang menarik uang dari warga yang membuat sertifikat prona tersebut adalah Sutoyo selaku ketua panitia prona pada saat itu sesuai dengan surat pernyataan kedua warga tersebut.

Sutoyo selaku Ketua Panitia Pembuatan Sertifikat Prona saat hendak dikonfirmasi dikediamannya selalu tidak berada ditempat, sementara Sekretaris Kampung setempat Rohmat yang pada saat itu bertindak sebagai Sekretaris Panitia Pembuatan Sertifikat Prona mengelak kalau adanya tarikan sebesar Rp2 juta lebih untuk pembuatan sertifikat prona pada tahun 2015 tersebut.

Rohmat hanya mengakui kalau biaya yang sebenarnya sebesar Rp 500 ribu dan itupun hasil dari musyawarah warga serta ada bukti kwintansinya.

“Itu tidak benar kalau adanya tarikan biaya sebesar Rp 2 juta lebih sesuai dengan surat pernyataan yang abang (wartawan) bawa dari masayarakat itu. Tetapi biar lebih jelas kita kerumah Pak Bakri selaku Kepala Kampung,” ungkap Rohmat.

Senada apa yang dikatakan Rohmat,  Kepala Kampung Pancakarsa Purnajaya, Bakri mengelak namun dia mengakui bahwa biaya yang ditarik untuk pembuatan sertifikat prona tersebut sebesar Rp 600 ribu, “Kami hanya menarik Rp600 ribu, dan itupun sudah disepakati warga dari hasil musyawarah bersama,” ujar Bakri.

Hal serupa juga terjadi di Kampung Tri Mulya Jaya Kecamatan Banjar Agung Kabupaten Tulang Bawang yang juga mengikuti program sertifikat Prona tahun 2016 diduga menjadi ajang pungli yang dilakukan oleh oknum Kepala Kampung dan Panitia kampung.

Dari hasil penelusuran para awak media di Kampung Tri Mulya Jaya bahwa warga Kampung Tri Mulya Jaya mengaku ditarik dana oleh panitia atas persetujuan Kepala Kampung sebesar Rp. 1.100.000 rupiah, hal ini diungkapkan oleh warga yang namanya diminta untuk tidak dipublikasikan.
Saat lensalampung.com beberapa kali mencoba menyambangi Kantor dan Rumah Ujang selaku Kepala Kampung Tri Mulya Jaya untuk meminta klarifikasinya terkait pungli sertifikat prona tahun 2016 namun Kepala Kampung tersebut selalu tidak ada ditempat, dihubungi melalui via ponsel tidak pernah aktif.
 
Menanggapi informasi tersebut Andi Irawan Jaya Ketua LSM Jaringan Anti Korupsi Korda Tulang Bawang berkomentar bahwa apapun bentuk pungutan untuk pembuatan sertifikat Prona yang sudah berlebihan dan yang tidak sesuai dengan peraturan dan undang-undang tetap tidak dibenarkan dan hal itu bisa dikatakan pungli, dan yang namanya pungli harus di tindak tegas. “Tegasnya kepadalensalampung.com.”
 
Masyarakat harus tau terang Andi, bahwa mengenai biaya yang dikenakan untuk sertipikat tanah PRONA, hal itu sudah diatur dalam Keputusan Meneg Agraria/Kepala Badan pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1995 tentang Perubahan Besarnya Pungutan Biaya Dalam Rangka Pemberian Sertipikat Hak Tanah yang Berasal Dari Pemberian Hak Atas Tanah Negara, Penegasan Hak Tanah Adat dan Konversi Bekas Hak Tanah Adat, yang Menjadi Obyek Proyek Operasi Nasional Agraria (“Kepmeneg Agraria 4/1995”), Biaya untuk pelaksanaan pengelolaan kegiatan PRONA bersumber dari rupiah murni pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang dialokasikan ke DIPA-BPN RI. 
 
Lebih jauh Andi menjelaskan sebenarnya, “pengurusan sertipikat tanah PRONA memang dikenakan biaya yaitu biaya administrasi namun tidak sebesar yang dilakukan oleh para oknum seperti yang sering kita dengar apa lagi jumlahnya ratusan ribu sampai jutaan rupiah, dan hal itu sangat tidak dibenarkan, apa lagi hal ini pernah dikuatkan dengan adanya larangan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/BPN untuk tidak melakukan pungutan biaya dalam pelayanan kepada masyarakat, sesuai dengan instruksi Menteri ATR/BPN pada Surat Edaran Nomor 709/3.2/2016 Tentang Pungutan Pada Kegiatan PRONA, bahwa dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat dibidang pertanahan, khususnya untuk kegiatan PRONA dan kegiatan legalisasi asset tanah yang di biayai oleh APBN/APBD,” Pungkasnya. (Red)